BULLY?

    


    

    Belakangan ini merasa sangat terganggu dengan pernyataan dari salah seorang netizen (kalau tidak salah baca sumbernya dari twitter, cuma perkara usernamenya siapa itu bagian yang saya lupa). Toh soal validitas ga melulu harus mempublikasi kutipan aslinya kan, karena waktu itu saya ga kepikiran dan ga punya tendensi untuk auto-screenshot buat jadi bahan dibahas di sini. Tapi ini tetap menarik, karena kejadian ini pro kontranya ada banyak banget yang bisa kita temuin di kehidupan kita.

    Kira-kira yang dia tulis begini “Kasus bullying yang harus diajarin itu korbannya, bukan pelakunya. Gimana bisa membuat para korban berpikir untuk berubah, hingga dia jadi ga dibully lagi dan kejadian yang sama ga terulang lagi”.

    Sebelumnya tanpa dijelaskan pasti udah tahu semua kan apa sih itu BULLYING secara singkat? Atau saya kasih penjelasan detail dari Wikipedia berikut ini : 


    Buat saya, bisa dibilang topik perundungan adalah salah satu topik yang saya pilih untuk “diamati” dari media massa atau dari lingkungan sekitar. Karena menurut saya jujur aja bullying itu adalah bagian dari boroknya “interaksi sosial” manusia dengan manusia lain, yang kalau tidak dengan cepat dipangkas bagian busuknya, maka ga perlu nampik efek domino bisa aja terjadi. Misal, hari ini si A adalah korban perundungan, dikemudian hari si A bisa aja berbalik menjadi pelaku perundungan dan menyakiti orang lain akibat rasa sakit karena dirundung yang sudah lama ia pendam, hal ini bisa terjadi berantai dan terus menerus . Jika tidak segera ditangani, akan menjadi sangat merugikan, entah buat korban yang terus-terusan mengalami perundungan, maupun buat pelaku yang kalau tidak diberi edukasi tepat, maka aksi intimidasinya akan terjadi terus-menerus dan menjadi jauh lebih agresif di masa depan, yang tentunya sangat memungkinkan memakan lebih banyak korban.

    Mengomentari pendapat warga twitter tersebut, alasan saya kurang setuju karena pada dasarnya perundungan adalah tindakan yang sama-sama merugikan baik korban maupun pelaku. Karena keduanya punya potensi memiliki masalah psikologis jangka panjang (depresi, kecemasan, sulit membangun interaksi, tidak percaya diri, self-harm bahkan tindakan bunuh diri). Fyi, pelaku perundungan itu dikategorikan kedalam dua tipe : Pure bully dan Bullyvictim. Nah masalah psikologis yang dibahas di atas itu bisa terjadi pada pelaku tipe Bully-victim atau dia yang sebelumnya menjadi korban perundungan itu sendiri sampai mengalami depresi, sehingga melakukan semacam “aksi balas dendam” dengan melakukan perundungan yang sama, atau bisa lebih berbahaya kepada orang lain. Berbeda dengan Pure bully yang selalu menganggap dirinya dominant dan pemuncak dalam piramida, sehingga merasa harus show-off untuk mengintimidasi orang lain agar dapat semacam  justifikasi kalau dia memang orang yang sulit dilawan (jadi masalahnya hanya ada pada pelanggaran moral, norma dan etika). Atau lebih lengkap bisa baca di sini : https://pijarpsikologi.org/benarkah-bullying-merugikan-bagi-korban-dan-pelaku/amp/. Namun perlu digaris bawahi bahwa kedua tipe pelaku bully ini tetap perlu mendapatkan penanganan serius (bisa berupa hukuman, sanksi sosial, dll), karena perundungan yang mereka lakukan tetaplah merupakan tindakan kekerasan yang dapat merusak hidup orang lain dan tidak seharusnya dibela.

    Itu kenapa kurang tepat rasanya mengatakan bahwa dalam kasus bullying yang harus lebih banyak  berkaca adalah justru korbannya. Pernyataan kayak gini yang justru dapat membuat para korban berpikir kalau diri mereka tidak bisa fit ke social standard makanya mereka dibully, mereka ga deserve dunia makanya mereka dibully, mereka jelek, gendut, jerawatan, ringkih, cupu, pokonya ga masuk beauty standard manapun makanya mereka dibully. Pernyataan begitu yang bisa buat mental korban jatuh ke dasar paling jauh, merasa makin tidak percaya sama diri sendiri, sulit self-love hingga body acceptance, bahkan berpikir untuk mati aja lebih tepat.


    Jika saya mencoba berdiri dengan memakai sepasang sepatu korban, maka saya rasa menjadi lebih baik dari hari ke hari setelah mengalami perundungan yang terus-menerus adalah hal yang sulit. Ada yang dibully soal fisik, ternyata yang selama ini mati-matian menjaga badannya, pola makan, puasa dari makanan tertentu, tapi tetap aja target mereka sulit tercapai karena keadaan di luar kontrolnya. Kemudian ketika masuk ke kehiduan sosial antar manusia lain, justru mereka diinjak harga dirinya, tidak dihargai usaha berubahnya, dipermainkan eksistensinya, bahkan dicaci fisiknya, kamu pikir sikap menerima diri sendiri itu gampang? Bisa sulit loh buat beberapa orang dengan keadaan yang saya sebut di atas.

    Mengatakan kalau korban perlu untuk merubah dirinya agar lagi tidak dibully itu salah tempat, seolah-olah punya hak mengomentari mereka sebagai yang tidak punya niat untuk berubah. Point yang paling penting adalah mengajak pelaku untuk merubah total mental penindasnya, untuk keluar dari bubblenya, bantu mereka merubah pola pikirnya agar menjadi insan yang lebih baik. Dalam kasus perundungan, korban adalah yang diserang baik fisik maupun mentalnya. Mereka adalah yang paling dirugikan. Mereka sangat butuh didampingi dan didukung bukan makin disudutkan, karena pada dasarnya kita ga pernah tahu batu macam apa yang berusaha dia buang dari hidupnya untuk bisa survive hari ini dan besok bukan?

 

PS: Yuk, sama-sama kita menjadi yang lebih peka dengan orang-orang disekitar kita yang berpotensi baik menjadi korban maupun pelaku perundungan. Perundungan adalah hal yang bisa dirubah, meski memakan waktu dan proses yang panjang. Tapi percaya, kita bisa.


Comments

Popular Posts