Sekembalimu


Bersamaan dengan sisiran ombak yang menari ketepian.
Aku tegak berhadapan dengan laut lepas yang anginnya sesekali membawa helai rambutku terbang.
Aku melihat kapalmu kok dari ujung sana, jadi kau tenang saja.

Tak usah khawatir aku tak bisa melihatmu, walau desau angin kian jadi tidak ramah mengusik mata yang sudah tak sabar ingin melihatmu datang dari barat nya matahari senja.

Tak usah cemas aku tak bisa mendengar suaramu yang meneriaki gemas namaku sambil berlomba dengan suara ombak yang bergulung tak manja.


Lihat, kawanan burung dan laut ini seolah juga menyambutmu ceria.

Seraya kapalmu mendekat ke dermaga, aku melihat wajahmu lelah.

Akankah kau sudah belajar?
Dulu aku yang paling semangat memintamu pergi seluput mungkin dari mataku. Agar kau dapatkan mimpi dan cita yang sedari lama kau buru.
Sudahkah kau lakukan saat aku pinta kau untuk jatuh sekeras mungkin, kalau perlu tersungkur ke tanah?
Karena aku hanya ingin kembalimu membawa kau yang baru, bukan lagi sosok yang direnggut senyumnya oleh tangan-tangan penyesalan dalam tiap gagalmu.

Untuk menangis, tak apa. Karena masih ada aku yang akan menghapus aliran air dari matamu.
Tapi nyatanya, sekembalimu justru aku yang menangis paling keras saat memelukmu yang baru saja tertapak kaki nya di pasir putih laut ini.

Malu, begitu mungkin saat senja melihatku menangis, hingga ia memilih untuk membawa mentari pergi lalu digantinya dengan pekatnya kelam dan indah matamu yang seperti rembulan.


Note : Tulisan ini jadi salah satu hal yang saya favoritkan entah kenapa. Ditulis 17 Oktober 2019 dan pernah saya posting di ig spesial puisi saya @di.titiktemu dengan sedikit pembaruan, ini ditujukan untuk siapapun kamu yang saat ini berjuang bersama melawan kejam nya rindu ketika marah #tulisanrona.

Comments

Popular Posts